Pertemuan Kader Posyandu se-Indonesia, 29 Mei. Ibu Ani Bambang Yudhoyono secara simbolis menyematkan pin kepada 7 kader sebagai penghargaan pemerintah atas upaya-upaya yang dilakukan para kader Posyandu. Tujuh kader tersebut merupakan perwakilan dari NAD, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, DIY, NTB, Papua Barat, dan Bali. Penyematan pin dilakukan dalam acara Temu Kader Posyandu Tingkat Nasional 2009 di Jakarta (Puskom Depkes RI: 2009)

Hindari Seks Bebas

PENULARAN HIV dalam keluarga semakin meningkat. Untuk mencegah hal ini, perlu dilakukan langkah-langkah khusus.

Menurut dr HM Syafei MKes, cara yang pertama idealnya dilakukan dengan tidak melakukan hubungan seks bebas. Ibu-ibu dapat tertular melalui hubungan seks dari suami atau pasangannya yang tertular. “Kebanyakan suami tersebut adalah pelanggan wanita pekerja seks sehingga upaya itu dapat dilakukan dengan bersikap setia pada pasangan,” ujarnya.

Kenyataannya, bila terjadi hubungan seks bebas, harus menggunakan kondom. Itu memerlukan kesadaran bagi pria pelanggan wanita pekerja seks bahwa dampak yang ditimbulkan dapat berbuntut panjang dan bahkan merugikan keluarganya.

Cara kedua, bila seorang ibu telanjur tertular HIV, sebaiknya mengatur kehamilan agar bayi yang dikandung kelak tidak tertular dengan mengikuti KB yang tepat. Selain itu, konseling dan tes HIV sukarela untuk pasangan di klinik voluntary consulting test (VCT).

Cara ketiga, khusus untuk ibu hamil perlu dilakukan pemberian ARV, persalinan dengan seksio caesaria, serta susu formula pada bayi. Kendala yang dihadapi adalah ketersediaan ARV sesuai kebutuhan. Meski demikian, risiko medis tetap ada selama operasi akibat pelukaan jalan lahir, pelukaan pada janin, yang dapat menyebabkan penularan HIV. “Makanya perlu penanganan khusus,” jelasnya.

Mengenai pemberian ASI, harus tetap menghargai hak seorang ibu bila ia tetap ingin memberikan ASI kepada bayinya. Perlu diinformasikan pada ibu tersebut, pemberian ASI dapat meningkatkan risiko bayi tertular meningkat menjadi 5-20 persen. Perlu konseling oleh tenaga kesehatan kepada ibu mengenai alternatif pemberian susu formula ataupun makanan pada bayinya.

Cara keempat atau terakhir yaitu perawatan medis, dapat dilakukan dengan terapi pencegahan, terapi ARV, terapi infeksi oprtunistik, maupun terapi untuk menunjang kehidupan pada penderita yang sudah sampai stadium akhir. Dukungan psikologis dapat dilakukan dengan konseling, dukungan spiritual, pendampingan oleh tenaga kesehatan maupun orang terdekat, serta dukungan masyarakat. Sebaiknya tidak ada diskriminasi bagi ODHA dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka tetap dapat hidup dan terjamin hak asasinya.

Kampanye Edukasi "Ayo Periksa, Sembuhkan Segera" Untuk Tanggulangi Hepatitis Di Indonesia

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia (PPHI), Blitz Megaplex, Gold Gym dan Roche Indonesia, hari ini memperingati Hari Hepatitis Sedunia 2009 dengan melakukan kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat, pemeriksaan, perawatan dan pengobatan Hepatitis C.

Menkes RI, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) dalam sambutan yang dibacakan dr. Rachmi Untoro, MPH Staf Ahli Menkes Bidang Mediko Legal pada peluncuran program kegiatan berbasis edukasi melalui kampanye ” Ayo Periksa, Sembuhkan Segera ” di Jakarta (19/05, 2009), mengatakan sekitar 7 juta orang Indonesia hidup dengan Hepatitis C kronik, dan diperkirakan terdapat ribuan infeksi baru muncul setiap tahunnya. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kemitraan yang baik antara pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, organisasi profesi kesehatan, LSM peduli Hepatitis C dan dunia usaha.

Menkes menambahkan, penyakit Hepatitis C sampai saat ini belum ada vaksin untuk pencegahannya. Sebagai langkah awal, sejak tanggal 1 Oktober 2007 pemerintah bekerja sama dengan PT. Roche Indonesia telah mengumpulkan data Hepatitis C di 21 provinsi dengan melibatkan unit transfusi darah, rumah sakit dan laboratorium. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat besaran penyakit Hepatitis di Indonesia. Dari data yang telah didapatkan ternyata penderita Hepatitis C di Indonesia cukup banyak.

Hal ini merupakan masalah kesehatan karena penyakit ini menular melalui kontak dengan darah penderita sehingga penularan yang terjadi dikhawatirkan akan terus bertambah. Selain itu kesakitan baru muncul sekitar 10 sampai 30 tahun sehingga seseorang seringkali baru mengetahui tubuhnya terinfeksi setelah berada dalam keadaan sirosis lanjut dengan beberapa komplikasi, seperti bengkak, muntah darah, dan penurunan kesadaran.

Untuk itu marilah kita jadikan peringatan Hari Hepatitis Sedunia ini sebagai langkah awal untuk peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengetahui secara dini kondisi kesehatannya, khususnya kesehatan hati dan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mencegah agar tidak menderita penyakit ini.

Ketua PPHI, dr. Unggul Budihusodo Sp.PD. KGEH, menambahkan, pesan yang disampaikan melalui kampanye tersebut penting untuk diketahui secara luas. Pemahaman bahwa siapapun beresiko terkena dan kesadaran untuk memeriksakan diri secara mandiri tidak saja penting untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut, tetapi juga meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan penyakit Hepatitis C.

Hepatitis C kronik merupakan peradangan hati yang berjalan menahun dan disebabkan oleh virus Hepatitis C yang menyebabkan kerusakan sel hati yang berlanjut menjadi sirosis (pengerasan hati), gagal hati serta kanker hati yang berujung pada kematian. Kemajuan pengobatan telah memberikan peluang besar bagi mereka yang terinfeksi untuk sembuh. Peran dokter umum sangat penting dalam upaya diagnosis dini sehingga pembekalan yang memadai untuk mereka akan sangat membantu menemukan penyakit dan menyelamatkan hidup pasien, tegas dr. Unggul.

Seseorang yang tertular pada masa dewasa kemungkinan menjadi kronik sebesar 80% berbeda dengan Hepatitis B yang akan menjadi kronik hanya kurang dari 10%. Jadi memang kronisitas menjadi sifat dari Hepatitis C. Semua orang berisiko untuk tertular virus Hepatitis C. Selain melalui transfusi darah, virus ini dapat menular melalui hubungan seks yang tidak aman, tato, tindik dan injeksi. Hepatitis C kronik dikenal sebagai “silent killer” karena sekitar 90% kasus hampir tidak bergejala. Situasi ini meningkatkan risiko penularan Hepatitis C yang tidak disadari oleh pembawa virus, ungkap dr. Unggul.

Ditambahkan Dr. Ait Allah Mejri, General Manager PT. Roche Indonesia, masih panjang perjalanan yang harus dilalui untuk bisa mengatasi masalah Hepatitis C, terutama dalam hal pencegahan, penapisan, perbaikan akses terhadap pengobatan dan perawatan terkoordinir bagi mereka yang terkena penyakit hati tahap lanjut akibat Hepatitis C. Oleh sebab itu diperlukan partisipasi dari masyarakat luas untuk bersama-sama menanggulangi penyakit Hepatitis di seluruh dunia.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Rumah Sakit Masih Mendominasi Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih didominasi pelayanan kesehatan jiwa pada tingkat tersier yaitu di rumah sakit jiwa atau UPF Psikiatri di RSU Pendidikan. Sistem ini umumnya berdiri sendiri dan tidak memiliki sistem rujukan yang jelas dengan pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun pelayanan kesehatan jiwa yang ada di masyarakat, demikian pula sebaliknya. Kondisi ini menyebabkan RSJ dan UPF Psikiatri di RSU Pendidikan di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai pelayanan tersier atau pusat unggulan pelayanan kesehatan jiwa tapi juga berfungsi sebagai “Puskesmas besar”.

Banyak gangguan jiwa yang sebetulnya bisa dilayani di Puskesmas dan RSU kabupaten/kota tetapi karena ketidaksiapan dokter di Puskesmas dan RSU Kab/Kota untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa, menyebabkan hampir semua pasein dengan gangguan jiwa dirujuk ke pelayanan tersier atau RSJ/UPF Psikiatri RSU Pendidikan.

Hal itu disampaikan Dirjen Bina Pelayanan Medik (Bina Yanmed) Depkes RI dalam sambutan yang dibacakan Ses. Ditjen Bina Yanmed dr. Mulya A. Hasjmy, Sp.B, M.Kes ketika membuka Pertemuan Nasional Kesehatan Jiwa pada hari Senin,18 Mei 2009 di Hotel Horison Bekasi.

Pertemuan yang berlangsung sampai tanggal 20 Mei ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia, dihadiri para Kepala Bagian Psikiatri FK Negeri dan Swasta dari 31 Universitas, serta para Ketua Program Studi Psikiatri dari 9 FK Negeri. Acara ini juga menampilkan pembicara tamu yaitu Profesor Harry Minas dari University of Melbourne dan Professor Prameshvara Deva dari University of Techology Mara - Shah Alam Malaysia.

Lebih lanjut ditegaskan, kesenjangan pelayanan karena ketidaktersediaan akses pada tempat mereka tinggal, menyebabkan banyak orang yang mengalami gangguan jiwa berat tidak mencari pertolongan pada tenaga kesehatan, biasanya keluarga dan masyarakat membawa mereka berobat ke pengobatan tradisional, pemuka agama, atau berbagai pengobatan alternatif lain. Umumnya Rumah Sakit Jiwa baru dimanfaatkan sebagai pilihan akhir bila upaya yang dilakukan tidak berhasil setelah mereka berkeliling ke berbagai dukun, ustad dan pengobatan tradisional.

Sulitnya akses bagi keluarga untuk mengunjungi pasien yang dirawat di RSJ dan RSU Pendidikan juga menyebabkan banyak keluarga akhirnya membiarkan pasien bertahun-tahun tinggal di RSJ menjadi pasien inventaris. Sehingga RSJ dan UPF Psikiatri RSU Pendidikan juga sering berfungsi sebagai panti sosial tempat menitipkan orang gangguan jiwa yang keberadaan keluarganya tidak jelas lagi. Misalnya seperti yang terjadi di RSJ Bogor, Lawang, Magelang ada yang sudah menjadi penghuni RSJ sejak sebelum Indonesia merdeka.

Dirjen Bina Yanmed mengatakan, melihat kondisi yang ada diharapkan terjadinya reformasi pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia seperti yang terjadi di berbagai belahan dunia dimana terjadi perubahan dari sistem konvensional yang bersifat kustodial seperti penjara di institusi psikiatri atau Rumah Sakit Jiwa kepada sistem yang seimbang antara pelayanan di Rumah Sakit dan pelayanan di masyarakat.

Upaya reformasi pelayanan kesehatan jiwa dengan menyediakan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas dan RSU Kabupaten/Kota terus diupayakan, namun belum didukung oleh tenaga kesehatan khususnya dokter umum yang siap pakai untuk merespon berbagai masalah kesehatan jiwa.

Di Indonesia pada umumnya dokter di Puskesmas dan RSU banyak yang tidak peka terhadap berbagai masalah gangguan jiwa serta tidak percaya diri dalam menghadapi kasus gangguan jiwa. Untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan diselenggarakannya pelatihan-pelatihan deteksi dini dan penatalaksanaan gangguan jiwa di pelayanan umum oleh Dinas Kesehatan setempat, namun timbul lagi masalah saat dokter-dokter itu kemudian tidak lagi bekerja di Puskesmas atau RSU karena mereka harus melanjutkan pendidikan spesialisasi atau pendidikan magister.

Melalui pertemuan ini diharapkan adanya persamaan persepsi dan cara pandang untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan tenaga dokter yang dapat merespon kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa ini. Kolaborasi antara Departemen Kesehatan dan Institusi pendidikan psikiatri ini sangat strategis sekali untuk menjawab kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga dokter dan psikiater bagi pelayanan kesehatan jiwa sendiri dalam rangka meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Bakti Sosial dalam Rangka Memperingati Hari Asma Sedunia 2009

Yayasan Penyantun Anak Asma (Yapnas) Indonesia bekerja sama dengan ANTV peduli dalam rangka memperingati Hari Asma Sedunia 2009 mengadakan Bakti Sosial di kantor kelurahan Marunda Jakarta Utara tanggal 17-5-2009. Bakti sosial berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara gratis untuk masyarakat yang didukung oleh puluhan dokter dan dilengkapi dengan alat-alat pendukung pemeriksaan kesehatan, diantaranya peralatan rontgen untuk melayani ratusan masyarakat sekitar yang secara antusias mengikuti acara tersebut. Acara ini dibuka Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Departemen Kesehatan dr. Yusharmen, D.CommH, M.Sc.

Dalam sambutannya, dr. Yusharmen mengatakan di seluruh dunia terdapat 100-150 juta penderita asma. Sedangkan di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terdapat 4% prevalensi Asma. Dengan jumlah penduduk Indonesia 240 juta berarti terdapat sekitar 10 juta penderita asma di Indonesia, dimana sebagian besar adalah anak-anak.

Menurut dr. Yusharmen beberapa upaya telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam mengurangi jumlah penderita dan kematian akibat asma, antara lain dengan didirikannya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular sejak 2006. Saat ini sudah disusun petunjuk teknis agar bisa terus disempurnakan dan di-update sehingga bisa disebarluaskan kepada masyarakat dalam bentuk buku saku. Selain itu juga bekerja sama dengan WHO mengembangkan pendataan berbasis komunitas. Bermitra dengan pihak-pihak terkait melaksanakan upaya pencegahan primer yang dilakukan sejak dini untuk mengurangi pajanan terhadap faktor resiko seperti asap rokok, kurang gizi, penyakit infeksi saluran pernafasan pada anak dan pencemaran udara diruangan, luar ruangan dan tempat kerja.

dr. Yusharmen atas nama pimpinan Depkes menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia, Yayasan Asma Indonesia, dan ANTV peduli atas terlaksananya bakti sosial dalam rangka menanggulangi penyakit asma. Diharapkan kegiatan ini bermanfaat dan dilanjutkan dengan intensitas yang meningkat dari waktu ke waktu sehingga penanganan dan pencegahan penyakit asma di Indonesia dapat ditanggulangi bersama.

Acara yang memiliki slogan “You Can Control Your Asthma” sebagai tema kampanye global sepakat bahwa penderita asma tetap dapat hidup normal dengan kualitas hidup yang maksimal apabila mampu mengelola asma dan mengontrol kesehatannya secara teratur.

Hadir juga dalam acara itu Ketua Umum Yapnas-Ike Nirwan Bakrie, Ketua Harian ANTV Peduli–Azkarmin Zaini, Setiawan dari Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, pimpinan Kelurahan Marunda, serta para undangan lainnya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Stroke = Serangan Otak

Stroke merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia, selain jumlahnya penderitanya terus bertambah, risiko kematiannya juga cukup tinggi serta meninggalkan kecacatan seumur hidup kepada penderitanya. Adakah kiat terbaik dalam penanggulangan stroke?

Menurut Neurolog kondang dr Teguh As Ranakusumah, Sp.S(K) dari Klinik CVD Bagian Neurologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, sebagai akibat kemajuan stroke, angka kematian akibat stroke semakin berkurang. Namun begitu, keadaan ini diikuti dengan peningkatan Insan Korban Stroke (IKS). Karenanya, peran klub stroke menjadi begitu sentral bagi pemulihan Insan Korban Stroke.
Diakui Teguh, saat ini belum ada sistem kesehatan yang menunjang pemulihan IKS di klub stroke yang saat ini berkembang dengan cepat di seluruh Indonesia. Namun begitu belum adanya dukungan, simpati maupun empati dari masyarakat maupun pemerintah terhadap IKS. Karena pada dasarnya IKS adalah tanggung jawab kita bersama dan merupakan akibat dari perjalanan kehidupan kita. Bahkan, Yastroki hingga saat ini masih terus membantu IKS secara multi dimensional sesuai dengan kemampuannya.

Secara frontal
Stroke merupakan salah satu penyakit sebagai akibat perubahan demografi yang merupakan penyebab kematian tertinggi di rumah sakit serta kecacatan pada usia pertengahan. Masalah medis stroke memerlukan biaya yang tinggi serta perawatan yang lama sedangkan hasil pengobatannya masih kurang memuaskan. Demikian pula pasca stroke yang memerlukan program pencegahan serta rehabilitasi yang teratur.
Penyakit ini menyerang secara frontal terhadap masyarakat Indonesia, yang sedang terpuruk ini.Lebih jauh, stroke dapat merupakan indikator terjadinya berbagai hambatan pada integrasi sistem dalam masyarakat atau dengan terjadinya berbagai konflik dalam masyarakat.
Mengingat risiko yang dihadapi penderita stroke demikian berat, hingga saat ini ilmu pengetahuan kedokteran dan kesehatan sepakat bahwa pencegahan merupakan kiat terbaik dalam penanggulangan stroke dengan cara meningkatkan ilmu pengetahuan tentang stroke pada masyarakat serta memadukan semua sistem dalam masyarakat antara lain sistem pendidikan kesehatan dan lingkungan hidup.

Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit stroke ini melalui berbagai tahapan. Pertama orang normal tetapi salah satu keluarganya mendapat serangan stroke. Orang ini mempunyai bakat stroke (Stroke-prone person). Kedua, orang normal, akan tetapi mengidap satu sampai dua faktor risiko, atau disebut (stroke-prone person-low risk). Ketiga, masih normal tetapi sudahj mengidap lebih dari dua faktor risiko (Stroke-prone person-high risk). Keempat, ancaman stroke (impending stroke) sudah mulai mendapat gangguan fungsi otak sesaat atau bersifat reversible (Transient Ischemic Attack/TIA atau Reversible Ischemic Neurogical Deficit/RIND), Kelima, Stroke yang berkibat cacat atau meninggal. Keenam, Impending Restroke bagi insan korban stroke.
Secara perjalanan alami, semua tipe stroke adalah sama, yaitu kegagalam sirkulasi otak dalam upaya menjamin kebutuhan metabolisme otak. Yang berbeda adalah lama kegagalan dan proses patologi yang mengikuti kegagalan tersebut di otak (sumbatan perdarahan). “Sebenarnya, untuk mengenal stroke adalah sangat mudah dan penanganan yang cepat diharapkan dapat mengehentikan perjalanan alami serangan ini dengan tepat,”tukas Teguh.
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran mutakhir, perjalanan alami stroke dapat diketahui sumber utamamya yaitu, Arterosklerosis pembuluh darah besar, emboli dari jantung atau pembuluh darah besar proksimal, pecahnya pembuluh darah di otak dan cabang sirkulus willisi, atau steal syndrome akibat arteriovenus malformation (AVM) dan penyakit pembuluh darah kecil atau penyakit lacunar.
Saat ini yang masih menjadi kendala penanganan yang baik terhadap penderita stroke diantaranya masih sedikit korban stroke yang datang ke rumah sakit kurang dari 3 jam pasca serangan. Dari data ini, sebenarnya dapat dijadikan dasat untuk menantukan strategi penanggulnagan stroke yang paling tepat dans esuai dengan kondisi ekonomi serta sistem kesehatan nasional Indonesia, antara lain mensosialisasikan istilah stroke menjadi serangan otak (Brain Attack) yang secara mediko-legal lebih kuat dalam membentuk jaringan antara pemerintah dengan masyarakat.

WHA ke-62 Lahirkan Resolusi Untuk Lanjutkan Pembahasan Virus Sharing

Jenewa, 22 Mei 2009 - World Health Assembly ke-62 menyepakati Resolusi baru yang memutuskan untuk melanjutkan proses yang transparan untuk memfinalisasi butir-butir yang belum disepakati yang masih tersisa dalam Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus Sharing dan Akses pada Vaksin dan Manfaat Lainnya, termasuk Standard Material Agreement (SMTA), yang harus diselesaikan selambat-lambatnya Januari 2010. Resolusi tersebut menyatakan bahwa kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM PIP) akan menjadi bagian dari perjanjian pokok tentang mekanisme baru virus sharing, yang menjadikan benefit sharing sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan.

Resolusi yang dipelopori Indonesia dan diajukan oleh delegasi-delegasi dari Argentina, Bangladesh, Bhutan, Brazil, Cili, Kuba – mewakili negara anggota Gerakan Non-Blok, Ghana – mewakili wilayah Afrika, Guatemala, India, Indonesia, Iran, Maldives, Myanmar, Nigeria, Sri Lanka, Timor-Leste dan Venezuela, telah mempercayakan Direktur Jenderal WHO untuk melakukan proses pembahasan lanjutan yang transparan dan berimbang antara negara-negara maju dan berkembang.

Resolusi juga mengakui bahwa IGM PIP telah menyepakati sebagian besar butir-butir pada Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus Sharing dan Akses pada Vaksin dan Manfaat Lainnya, dan menyatakan kembali pentingnya solusi jangka panjang untuk kesiapan dan respon terhadap pandemi influenza.

Menurut anggota delegasi Indonesia dan diplomat senior Dr. Makarim Wibisono tercapainya Resolusi yang mengakui kesepakatan-kesepakatan dalam proses perundingan IGM-PIP selama dua tahun terakhir ini mencerminkan solidaritas negara negara pendukung dan tekad kuat serta desakan yang tidak kenal lelah dan kepemimpinan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Sementara anggota delegasi Dr. Widjaja Lukito, Ph.D., Sp. GK berpendapat Resolusi ini menandakan kemajuan signifikan dalam perjuangan gigih Indonesia menuju pada kesepakatan dunia di bidang kesehatan khususnya virus sharing dan benefit sharing yang lebih adil, transparan dan setara.

Direktur Jenderal WHO diminta didalam Resolusi WHA ke 62 itu, untuk bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk mendorong kemajuan pembahasan atas dasar hal-hal yang telah disepakati dari Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus Sharing dan Akses pada Vaksin serta Manfaat Lainnya. Direktur Jendral WHO berkewajiban memfasilitasi proses pembahasan yang transparan untuk memfinalisasi elemen-elemen penting termasuk Standard Material Agreement (SMTA) juga unsur-unsur di dalam annex SMTA, lalu melaporkan hasilnya pada Sidang Executive Board WHO ke 126 pada bulan Januari 2010.

Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJp (K), sebagai inisiator konsep mekanisme baru virus sharing yang adil, transparan dan setara serta mengintegrasikan benefit sharing ini, menyambut baik resolusi tersebut sebagai pencapaian mulia dalam dunia kesehatan dan pengobatan, dengan dicapainya langkah maju untuk meraih tatanan kesehatan publik global yang lebih baik.

Tentang Standard Material Transfer Agreement
Standard Material Transfer Agreement (SMTA) jika berlaku akan mengubah mekanisme virus sharing yang saat ini berlaku menjadi mekanisme yang berbasis keadilan, transparansi dan kesetaraan. SMTA akan membuka akses dan transparansi pada informasi tentang virus influenza, yang akan membuka pintu bagi para ilmuwan di negara maju dan berkembang untuk melakukan riset dan membangun kapasitas untuk memproduksi vaksin, antivirus dan diagnostik. SMTA juga mengandung aturan-aturan tentang benefit sharing ketika hasil dari riset yang menggunakan sampel-sampel yang disalurkan dalam sistem ini dikomersialkan.

Tentang World Health Assembly
World Health Assembly (WHA) merupakan sidang tertinggi dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO (World Health Organization) yang bersidang sekali dalam setahun setiap bulan Mei di Jenewa, Swiss. WHA ke-62 diselenggarakan di Jenewa pada tanggal 18-22 Mei 2009.

Tentang Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness
Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM PIP) adalah sebuah proses pertemuan Negara anggota yang diselenggarakan Sekretariat WHO untuk memfinalisasi negosiasi mengenai sistem baru virus sharing influenza H5N1 dan benefit sharing yang timbul dari pemanfaatan virus dan bagian-bagiannya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-522 3002, 5296 0661 atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id dan puskom.depkes@gmail.com

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Sehat dengan Jus Buah

ADA banyak cara untuk mengambil manfaat dari buah. Selain bisa dikonsumsi dalam kondisi segar, buah juga bisa diolah menjadi berbagai hidangan. Nah, salah satu cara untuk mendapatkan manfaat sehat buah adalah diolah menjadi jus.

Untuk mendapatkan jus, ada dua alat yang biasa digunakan, yaitu juicer atau blender. Pada dasarnya, kedua alat itu memiliki fungsi yang sama. Bedanya, hanya pada hasil penyerapan tatkala minuman tersebut sudah berada di dalam pencernaan. Buah yang diblender akan terserap habis oleh usus selama 20 menit. Sedangkan jika tidak diblender, akan menghabiskan waktu sekitar 18 jam. Itu artinya, nutrisi akan lebih lama tersimpan di dalam tubuh.

Menurut Zainar, seorang pengusaha jus di Jalan Barau-barau, untuk untuk mendapatkan hasil maksimal, cuci bersih buah yang akan dibuat jus agar terhindar dari bahan-bahan kimia yang menempel. Kemudian potong-potong buah dan buang bagian buah yang rusak. Beberapa buah tidak perlu dikupas untuk menghindari hilangnya nutrisi.

Pada saat mengupas buah, perhatikan dengan saksama biji-bijian yang terlalu keras dari buah tersebut. Meski memungkinkan ikut hancur saat dijus, sedikit-banyak biji-biji tersebut akan mengurangi sensasi saat menikmati hidangan jus. Apalagi kalau biji tersebut tidak hancur sampai halus, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah dalam pencernaan.

Nah, berikut resep cara membuat jus yang diberikan Zainar. Selamat mencoba.

1. Jus Sirsak

Bahan

1. Dua sendok sirsak yang sudah matang.

2. Gula secukupnya.

3. Susu krimmer.

4. Susu cokelat.

5. Es.

Cara Membuat

Masukkan dua sendok sirsak yang sudah dipisahkan dengan bijinya kedalam juicer atau blender bersama air secukupnya, gula, susu krimmer. Setelah itu blender. Jika sudah menyatu, susu cokelat bisa ditiriskan ke dinding gelas dan masukkan cairan jus. Setelah itu, bagian atas juga dilumuri susu cokelat.

2. Jus Mangga

Bahan

1. Ambil daging dari satu buah mangga yang sudah matang.

2. Gula secukupnya.

3. Susu krimmer.

4. Es batu.

Cara membuat:

Potong-potong buah mangga, masukkan gula secukupnya, susu krimmer dan es batu yang sudah dihancurkan. Lalu blender.

3. Jus Tomat

Bahan

1. Dua tomat ukuran sedang.

2. Gula secukupnya.

3. Susu krimmer.

4. Es batu.

Cara membuat

Potong tomat dalam ukuran kecil, masukkan dalam blender. Masukkan gula, susu krimmer, dan es batu secukupnya. Lalu blender semua bahan itu hingga menjadi satu.

4. Jus Jeruk

Bahan

1. 2-3 buah jeruk ukuran sedang.

2. Gula secukupnya.

3. Susu krimmer.

4. Es batu.

Cara membuat:

Pertama kali jeruk diambil air dengan cara memerasnya. Setelah itu masukkan ke dalam blender, masukkan gula, susu krimmer, dan es batu. Blender semua bahan tersebut hingga menyatu. Lalu masukkan dalam gelas.

5. Jus Pinang

1. 3 biji buah pinang.

2. Satu bungkus Cappuccino.

3. Satu butir telur bebek atau ayam kampung.

4. Gula secukupnya.

5. Es batu.

6. Susu krimmer.

Cara membuat:

Masukkan tiga biji buah pinang, kuning telur, gula, lalu blender. Setelah itu masukkan Cappuccino, es batu, susu krimmer, lalu blender kembali. Setelah itu siap dihidangkan. Bisa disajikan dalam keadaan hangat dan dingin.

Tips Membuat Jus

JUS dapat dibuat dengan blender ataupun juicer. Jus sayur dan buah sangat bermanfaat dalam memberi asupan mikronutrien, terutama vitamin A dan vitamin C sebagai antioksidan; tinggi kalsium, kalium, magnesium, dan selenium, yang dapat mencegah munculnya penyakit dan kerusakan dini pada sel. Jus juga berfungsi menjaga level tekanan darah sebab tinggi kalsium dan kalium serta rendah natrium.

Agar jus yang kita buat optimal, ini tipnya:

1. Pilih buah dan sayur segar dan cuci sebelum membuat jus. Lebih baik lagi bila direndam dengan air hangat selama 5 menit. Hal ini penting diperhatikan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi makanan yang berasal dari mikroorganisme patogen, cemaran kimia (misalnya pestisida) maupun cemaran fisik (misalnya pasir, debu, dll).

2. Potong buah atau sayur menjadi bagian kecil agar proses pengolahannya lebih mudah.

3. Jika ingin menambahkan air, pilih air yang sudah matang dan dalam keadaan suhu biasa (tidak panas).

4. Tambahkan es batu pada jus agar jus terasa lebih segar dan lezat.

5. Sebaiknya, buah yang berkulit tipis dan lekat dengan daging buah sebaiknya tidak dikupas (kulitnya). Kulit buah mengandung serat, terutama serat yang tidak larut air (insoluble dietary fibre atau IDF). IDF berperan dalam mempersingkat waktu transit makanan di kolon, mencegah kanker kolorektal, dan menjaga kadar gula darah tetap stabil. Anda yang menggunakan juicer, Anda akan mendapatkan sari buah dan ampas secara terpisah. Saya sarankan, agar Anda tetap mengkonsumsi ampas buah yang kaya IDF.

6. Untuk menambah cita rasa, tambahkan pemanis. Pilih gula aren, gula kelapa, atau gula batu daripada gula pasir dan madu, sebab kandungan kalsium pad ketiga gula tersebut lebih tinggi. Akan tetapi, penderita kencing manis disarankan untuk hanya mengonsumsi gula rendah kalori.

7. Segera minum perlahan-lahan. Bila ingin menyimpan dalam kulkas, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup (misalnya botol) dan tidak boleh dari 5 jam. Hal ini dimaksudkan agar jus masih tetap dalam keadaan segar.

8. Campur dengan sedikit jeruk (misalnya lemon, keprok, atau nipis) agar warna jus tetap cemerlang dan terasa lebih segar.

9. Sebaiknya jus dibuat sendiri agar lebih higienis, lebih terjamin, lebih ekonomis, dan dapat dikorntrol komposisi bahannya. Lap untuk tangan, jangan dipakai untuk mengelap bagian dalam blender, ini memungkinkan terjadinya kontaminasi silang.

Jelang World Health Assembly ke-62: Indonesia Harap Negara Maju Konsisten soal Virus Sharing

Indonesia berharap komitmen WHO dan negara-negara maju dalam The Intergovermental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness atau IGM-PIP tentang virus sharing yang berlangsung tg 14-15 Mei 2009 menjelang World Health Assembly (WHA) ke 62 di Jenewa tidak akan berubah. Karena konsistensi ini sangat penting bagi tercapainya kesepakatan mondial atas mekanisme baru virus sharing yang adil, transparan dan setara yang didukung oleh mayoritas peseta IGM-PIP.

“Menteri Kesehatan akan berpidato di WHA pada sidang hari pertama Senin 18 Mei 2009. Delegasi Indonesia diperkuat Dr. Makarim Wibisono, diplomat senior yang pernah menjadi Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB New York dan Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Kesehatan Publik, Dr. Widjaja Lukito, PhD.,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan, dr. Lily. S. Sulistyowati, MM.

Dilaporkan bahwa dalam IGM-PIP, yang dimandatkan oleh Resolusi WHA 60.28 untuk membahas Strandard Material Agreement (SMTA) yang mengatur sistem virus sharing yang adil, transparan dan setara, telah menyepakati sekitar 85% dari butir-butir yang dibahas, selebihnya masih memerlukan pembahasan lanjutan, terutama benefit sharing. Menteri Kesehatan mengharapkan komitmen dan goodwill dari semua untuk menyelesaikan mekanisme virus sharing baru yang adil, transparan dan setara.
Sementara, butir-butir yang telah disepakati Pada Joint statement menutup IGM-PIP Desember 2008 lalu di Jenewa, dapat disimpulkan sebagai 5 (lima) terobosan besar:
  1. Disetujui penggunaan Standard Material Transfer Agreement (SMTA) dalam sistem virus sharing yang akan mengatur semua transfer virus maupun transfer bagian bagian virus yang berbentuk standar dan universal dan mempunyai kekuatan hukum.
  2. Prinsip prinsip SMTA secara umum disetujui termasuk pengakuan atas perlunya mengintegrasikan sistem benefit sharing kedalam SMTA, hal yang menjadi perjuangan gigih Indonesia dengan dukungan negara berkembang lain, dalam kelompok negara negara SEARO/South East Asia Regional Organization, Brazil dan AFRO (African Regional Office), meskipun terdapat tentangan keras dari Amerika Serikat. Pernyataan IGM-PIP pada penutupan pertemuan bulan Desember 2008 berbunyi "negara negara anggota setuju untuk berkomitmen berbagi virus H5N1 dan virus influenza lainnya yang berpotensi pandemi serta menganggap virus sharing adalah setara benefit sharing, sebagai bagian penting dari langkah kolektif demi kesehatan publik secara global".
  3. Prinsip benefit sharing diintegrasikan kedalam SMTA
  4. Komitmen negara maju untuk benefit sharing secara nyata termasuk dalam berbagi risk assesment dan risk response.
  5. Terwujudnya Virus Tracking System dan Advisory Mechanisim untuk memonitoring dan evaluasi virus dan penggunaannya.
Prinsip-prinsip SMTA ini secara umum sudah disetujui oleh semua negara anggota, namun saat ini sistem benefit sharing yang diperjuangkan negara-negara berkembang masih belum tuntas dibahas.

Jika telah disahkan dan berkekuatan hukum SMTA akan merubah secara radikal tatanan penggunaan virus yang berlaku selama 62 tahun ini, dalam sebuah kerangka yang lebih adil transparan dan setara. Dan akan membuka akses terhadap virus influenza, yang berarti membuka peluang besar untuk para peneliti negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas penelitiannya sehingga Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat mengembangkan alat diagnostik, vaksin dan obat-obatan terhadap virus flu burung dan virus lainnya yang berpotensi pandemi, termasuk H1N1.

Perundingan virus sharing di IGM telah berlangsung selama dua tahun. Dan diharapkan hasilnya dapat disampaikan pada WHA yang berlangsung antara tanggal 18 – 22 Mei 2009.
Desakan penuntasan SMTA dan virus sharing pada WHA ini juga datang dari para Menteri Kesehatan negara ASEAN+3 dalam pernyataan bersama mereka sebagai hasil Pertemuan Khusus Menteri Kesehatan ASEA + 3 tentang Influenza A(H1N1) di Bangkok, 8 May 2009, antara lain:
“Menekankan kebutuhan untuk menuntaskan Inter-Governmental Meeting yang dimandatkan oleh WHA 60.28, tentang virus sharing H5N1 dan virus influenza lain dengan potensi pandemi pada manusia serta benefit sharing yang adil dan setara;
“Prihatin bahwa sebagian besar produksi vaksin global berlokasi di Eropa dan Amerika Utara, dan tidak cukup untuk merespon pandemi global; dan walaupun wilayah-wilayah dunia lain telah mulai memiliki teknologi untuk memproduksi vaksin influenza, akses pada vaksin pandemi yang efektif masih merupakan permasalahan utama di wilayah ini.”

“…kami berkomitmen di tingkat nasional untuk:

  • Menuntaskan pembicaraan Inter-Governmental Meeting tentang virus sharing H5N1 dan virus influenza lain yang berpotensi pandemic pada manusia dan adanya benefit sharing yang adil dan setara;
  • Mendesak Direktur Jenderal WHO untuk mendukung tujuan untuk memastikan akses yang adil dan setara pada vaksin pandemic bagi semua Negara anggota WHO; dan memfasilitasi peningkatan kemampuan produksi vaksin influenza di wilayah ini dan di Negara-negara berkembang lain.”
WHA merupakan sidang tertinggi dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO (World Health Organization) yang bersidang sekali dalam setahun setiap bulan Mei di Jenewa, Swiss.
Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM - PIP) adalah sebuah proses pertemuan Negara anggota yang diselenggarakan Sekretariat WHO untuk memfinalisasi negosiasi mengenai sistem baru virus sharing influenza H5N1 dan benefit sharing timbul dari penggunaan virus dan bagian-bagiannya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-522 3002, 5296 0661 atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id dan puskom.depkes@gmail.com.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Manfaat Tanaman Cabe

Haryo Bagus Handoko, S.P./hanur

Lombok atau cabe telah lama dikenal sebagai salah satu bumbu penyedap masakan, namun mungkin belum banyak yang tahu bahwa komoditi yang satu ini ternyata memiliki fungsi lain yang tak kalah penting bagi kesehatan tubuh bila kita mengkonsumsinya. Lombok atau cabe ternyata bisa bermanfaat sebagai bahan ramuan obat tradisional. Lombok kecil atau cabe rawit misalnya, tanaman yang dikenal dengan nama latin Capsicum frutescens ini ternyata mengandung vitamin A yang dapat mencegah penyakit kebutaan, selain fungsinya menyembuhkan sakit tenggorokan atau radang tenggorokan.
Daun tanaman lombok ternyata juga ampuh untuk mengobati luka lecet atau luka luar pada bagian tubuh kita. Daun tanaman lombok yang dihancurkan dan kemudian dibalurkan pada bagian luka akan mempercepat penyembuhan dan penutupan serta keringnya luka.
Jenis lombok yang lain seperti lombok atau cabe keriting yang termasuk jenis lombok besar (Capsicum annum var. longum) kaya akan vitamin C yang bisa juga dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam industri makanan, obat-obatan. Cabe keriting juga mengandung semacam minyak atsiri (capsicol) yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi penyakit pegal-pegal, gatal-gatal dan bisa juga dimanfaatkan sebagai obat penenang.
Kandungan bioflavonoids yang terdapat dalam cabe keriting bahkan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit polio serta menyembuhkan peradangan akibat udara dingin. Ternyata banyak juga manfaat dari tanaman lombok yang banyak terdapat di sekitar kita, terutama bagi penyembuhan penyakit atau gangguan kesehatan.

Terinfeksi HIV Belum Tentu Terkena AIDS

Johan Iswadi-Jambi

MENDENGAR kata HIV/AIDS tentu yang terbayang oleh kita adalah penyakit ganas yang menular dan belum ada obat yang bisa menyembuhkan. Meski penularannya tidak segampang penularan virus influenza, orang-orang umumnya akan sulit menerima penderita penyakit ini untuk hidup normal dengan orang-orang di sekitarnya.

Menurut dr HM Syafei MKes, seseorang yang terinfeksi HIV tidak langsung menampakkan gejalanya, sehingga orang yang terinfeksi bisa hidup normal dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun untuk sampai pada stadium munculnya gejala klinis. “Hal ini merupakan salah satu penyebab mengapa masih banyak kasus yang belum terdeteksi. Penderita baru memeriksakan diri bila sudah timbul gejala-gejala klinis,” ujarnya di Rumah Sakit Kota kemarin.

Kematian yang disebabkan infeksi HIV kebanyakan bukan karena infeksi virus, melainkan karena turunnya kekebalan tubuh. Virus itu menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga manusia mudah terkena penyakit lain atau dikenal dengan infeksi oportunistik. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis atau kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan human immunodeficiency virus.

Syafei menjelaskan, memang orang yang terinfeksi HIV belum tentu menjadi penderita AIDS, tergantung tingkat imunitas atau kekebalan tubuh orang tersebut yang dapat dilihat melalui komponen CD4. “Jika terjadi penurunan CD4 sampai kurang dari 200, orang akan makin lemah daya tahan tubuhnya dan jatuh pada kondisi AIDS,” tukasnya.

Menurutnya, dari data yang ada, total kematian yang disebabkan HIV-AIDS sejak 1987 hingga sekarang berjumlah 2.486. Kasus-kasus HIV-AIDS sudah ditemukan di beberapa daerah di Indonesia. Kondisi geografis Indonesia serta kemajuan industri pariwisata dan meningkatnya praktik seks komersial terselubung, makin mempermudah penularan penyakit itu.

Yang jadi masalah, selama ini fokus penanggulangan HIV-AIDS hanya penderita dan PSK. Namun pada bayi yang tertular dari ibunya belum banyak mendapat perhatian. Padahal muncul kecenderungan terjadi peningkatan jumlah wanita, terutama ibu rumah tangga yang tertular HIV-AIDS pada usia reproduksi mereka. “Jika wanita ini hamil, berpotensi menulari anak yang dikandung,” kata Syafei.

Menurut data epidemiologi AIDS nasional, lebih dari 24 ribu wanita usia subur di Indonesia tertular HIV dan lebih dari 9.000 wanita dengan HIV dalam kondisi hamil tiap tahun.

Kondisi itu amat memprihatinkan dan menuntut kewaspadaan karena anak adalah generasi penerus bangsa sehingga status kesehatannya menentukan perannya di masa depan. Upaya yang harus dilakukan adalah memutus rantai penularan HIV-AIDS.

Transmisi atau penularan dari ibu hamil dengan HIV (+) ke anaknya dapat melalui tiga cara, yaitu selama kehamilan (5%-10%), selama persalinan (10%-20%), dan melalui air susu ibu (ASI) (10%-15%).

Berdasar pada hal tersebut, ada tiga upaya yang dapat dilakukan, yaitu pemberian obat antiretroviralseksio caesaria, serta pemberian susu formula pada bayi. (ARV) selama kehamilan dan persalinan, persalinan dengan

Upaya tersebut merupakan bagian pencegahan penularan HIV-AIDS dari ibu ke anak atau dikenal dengan istilah prevention mother to child transmission (PMTCT). Pencegahan dilakukan secara komprehensif terdiri atas empat cara, yaitu pencegahan pada usia reproduktif, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV (+), pencegahan penularan dari ibu dengan (+) HIV yang hamil ke bayi yang dikandung, serta memberi dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu HIV (+) beserta bayi dan keluarganya.(*)

Depkes Kembangkan Fasilitas Riset Dan Alih Teknologi Produksi Vaksin Flu Burung

Departemen Kesehatan saat ini sedang merancang pembangunan fasilitas riset, dan alih teknologi produksi vaksin flu burung untuk manusia. Proyek ini merupakan langkah nyata untuk mengantisipasi ancaman penyakit menular pada umumnya dan pandemi influenza khususnya melalui ketersediaan vaksin flu burung. Fasilitas ini juga dapat diversivikasi untuk produksi vaksin dalam mengatasi influenza A H1N1 atau lebih populer dengan swine flu/flu babi.

Proyek ini difokuskan pada dua tempat yaitu di Universitas Airlangga Surabaya untuk penyiapan seed vacsin (biang vaksin) dengan Bio Safety Level-3 (BSL 3) dan PT. Biofarma Bandung untuk Chicken Breeding, fasilitas produksi vaksin skala industri.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP(K) ketika membuka Pertemuan Nasional Evaluasi dan Perencanaan Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) yang diikuti sekitar 200 peserta dari Depkes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi terpilih, dan kepala UPT (48 Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan, 10 Kepala BBTKL-PPM, dan Direktur Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso), Minggu malam, 10/05/2009, di Bandung.

Menurut Menkes, untuk mengatasi flu burung dan mengantisipasi agar flu baru tidak masuk ke Indonesia, Depkes telah menetapkan beberapa kebijakan dan langkah-langkah strategis guna mengeliminir atau mengatasi masalah dan tantangan Multiple Burden Diseases.

Kebijakan lainnya yaitu:

  1. Memantapkan pengetahuan dan pemahaman seluruh stake holders pelaku pembangunan terhadap nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi, serta transparan dan akuntabel dalam melakukan kegiatan termasuk pelaksanaan proyek.
  2. Menetapkan 4 Strategi Utama sebagai Pilar Pembangunan Kesehatan termasuk pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan.
  3. Capacity dan Competency Building yang ditandai dengan restrukturisasi organisasi antara lain Direktorat Penyakit Tidak Menular, peningkatan kelas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PP&PL antara lain 7 Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menjadi kelas I dan 4 Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Pemberantasan Penyakit (BTKL-PPM) menjadi Balai Besar.

Disamping tantangan tersebut Menkes menambahkan, berbagai keberhasilan telah diraih dalam pembangunan kesehatan yang ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 menjadi 26,9 per 1.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu (AKI) dari 307 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, gizi kurang balita dari 25,8% menjadi 18,4% dan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) dari 66,2 menjadi 70,6.

Keberhasilan tersebut adalah keberhasilan pemerintah dengan semua komponen, baik di pusat maupun daerah terutama pemberi layanan kesehatan (health provider) sebagai ujung tombak yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat, tegas Menkes.

Diakhir sambutannya, Menkes berharap agar semua stake holders yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melaksanakan kegiatan ini dengan memperhatikan proses dan hasil kinerja tahun-tahun sebelumnya sebagai evidence based dan lessons learnt untuk perencanaan dan pelaksanaan selanjutnya. Selain itu, identifikasi sumber daya pusat dan daerah dan sinergikan melalui perencanaan dan pelaksanaan kegiatan terpadu dan komprehensif. Upayakan dan kembangkan kegiatan yang sifatnya kemitraan dengan memberdayakan semua stake holders termasuk masyarakat dan swasta.

Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP&PL Depkes dalam laporannya menyatakan bahwa pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sudah dilakukan masih mempunyai agenda penting baik mempertahankan kegiatan dan cakupan yang sudah berhasil maupun mengeliminir masalah atau kekurangan-kekurangan seperti double burden yaitu masalah penyakit infeksi belum dapat dituntaskan termasuk munculnya re dan new-emerging diseases seperti Influenza A H1N1 (strain Meksiko). Selain itu, penyakit non infeksi seperti coronary, degenerative, dan cancer dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi sehingga memerlukan perhatian dan penanggulangan segera.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Ratusan Ribu Orang Meninggal Karena Asma

Hari Asma se-dunia yang jatuh pada tanggal 6 Mei, senantiasa diperingati setiap tahun. Asma merupakan salah satu penyakit kronis dengan gejala sulit bernapas dan lengkingan yang berulang. Tingkat keparahan dan kekerapan penyakit ini sangat beragam pada tiap orang.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan 300 juta orang menderita asma dan 255.000 orang meninggal karena penyakit ini pada tahun 2005. Penyakit kronis yang paling sering menyerang anak-anak tidak hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berpendapatan tinggi. Asma menjadi masalah di seluruh negara tanpa memandang tingkat kemajuan. Demikian seperti dikutip dari situs resmi WHO.

Lebih dari 80% kematian asma terjadi di negara dengan pendapatan rendah. Asma dapat menyebabkan permasalahan berarti bagi perorangan dan keluarga serta dapat membatasi aktivitas seseorang dalam hidupnya.

Asma dapat menyerang beberapa kali dalam sehari atau seminggu. Pada beberapa kasus menjadi lebih parah selama melakukan aktivitas fisik atau saat malam hari. Selama asma menyerang, saluran napas membesar yang menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar masuknya udara ke paru-paru. Asma kambuhan kerap menyebabkan sulit tidur, kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas. Asma secara relativ memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu orang meninggal karena asma pada tahun 2005.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

Protap Penanggulangan Flu Baru H1N1

Bulan Mei ini Indonesia menjadi tuan rumah dua pertemuan internasional yaitu ADB Meeting di Bali tanggal 2-5 Mei 2009 dan World Ocean Conference (WOC) di Manado tanggal 11-15 Mei 2009. Dua event tersebut akan dihadiri ribuan peserta yang datang dari berbagai Negara, termasuk Negara yang saat ini terserang wabah Flu Baru H1N1 yang lebih popular disebut flu babi. Untuk mengamankan kedua event tersebut dan mengantisipasi agar flu baru H1N1 tidak menular ke Indonesia, Departemen Kesehatan telah bertindak cepat dan tepat dengan menetapkan langkah-langkah antisipasi dan prosedur tetap (Protap) pengendalian flu baru H1N1.

Demikian penjelasan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) kepada para wartawan saat jumpa pers di kantor Departemen Kesehatan, Jakarta, 4 Mei 2009.

“Langkah-langkah antisipasi sudah diumumkan pada Jumpa Pers 28 April lalu, yang akan disampaikan sekarang adalah langkah-langkah yang sudah dilakukan Depkes dalam ADB Meeting dan WOC di Manado nanti “, ujar Dr. Siti Fadilah Supari.

Menurut Menkes, Depkes telah menetapkan prosedur tetap yang meliputi proses screening/penjaringan dan tata laksana di airport kedatangan serta penerimaan pasien di klinik maupun di rumah sakit.

Di airport kedatangan, penumpang yang dicurigai menderita Flu Baru H1N1 yang tertangkap oleh thermal scanner, akan diperiksa di tempat yang sudah disediakan yaitu di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Apabila memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, dapat dirujuk ke rumah sakit terdekat. Setiap pasien yang dicurigai (suspek) wajib mengikuti ketentuan yang berlaku di Indonesia secara ketat, agar jangan sampai virus berbahaya itu yang sampai saat ini dan mudah-mudahan seterusnya tidak ditemukan di Indonesia, kata Menkes.

Sedangkan proses penerimaan di klinik, pasien akan ditangani dokter dan tenaga kesehatan poliklinik yang sudah mendapat wawasan tentang Emerging Infectious Disease (EID) khususnya Flu Baru H1N1. Poliklinik dibawah kendali rumah sakit rujukan flu burung yaitu RS Sanglah di Bali dan RS Kandouw di Manado. Di ruang sidang juga disiapkan ruang isolasi khusus untuk proses screening dan untuk pemeriksaan lanjutan dirujuk ke RS Sanglah dan RS Kandouw.

Spesimen pasien yang dicurigai, diambil oleh RS Sanglah/ lab Biomolekuler FK Universitas Udayana dan RS Kandouw untuk dikonfirmasikan ke Litbangkes Depkes RI. Sambil menunggu ketentuan WHO untuk penanggulangan kasus Flu Baru H1N1, penderita dirawat sesuai prosedur yang berlaku. Penderita asing berhak mendapat second opinion dari negaranya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, ujar Dr. Siti Fadilah.

Menkes menambahkan, semua petugas yang kontak dengan orang yang dicurigai terpapar Flu Baru H1N1 wajib menggunakan APD/ Alat Pelindung Diri. Pasien warga Negara asing yang dicurigai menderita Flu Baru H1N1 wajib melengkapi diri dengan foto copy paspor dan visa. Apabila perlu memberi pernyataan tertulis tentang riwayat kontak untuk dibuatkan form khusus dan wajib mengikuti ketentuan yang berlaku di Indonesia.

Bila diperlukan, dokter di kedua RS tersebut dapat mengeluarkan surat keterangan medik terhadap proses penatalaksanaan penderita. Tim Dinas Kesehatan Bali dan Dinas Kesehatan Sulawesi Utara akan menilai seluruh proses setiap saat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tim Dinas Kesehatan berhak melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap setiap peserta dan setiap orang lainnya yang terlibat dalam kegiatan ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Pembiayaan yang timbul akibat ketentuan-ketentuan ini menjadi tanggungan pemerintah, jelas Menkes.

Menjawab pertanyaan wartawan tentang adanya pinjaman luar negeri untuk mengantisipasi Flu Baru H1N1, Menkes menegaskan, sampai saat ini Departemen Kesehatan tidak mengajukan anggaran untuk hutang. Anggaran untuk Flu Burung untuk tahun ini masih dapat digunakan untuk Flu Baru H1N1.

”Jadi untuk H1N1 yang manifestasinya lebih ringan menurut saya kita maksimalkan saja apa yang sudah kita punyai H5N1”, tegas Menkes.

Menkes meminta masyarakat tetap tenang dalam menyikapi berita mengenai Flu Baru H1N1. Menjawab pertanyaan wartawan apakah sudah ditemukan kasus diantara peserta dan undangan yang akan menghadiri ADB Meeting, Menkes menyatakan bahwa ditemukan seorang jurnalis asal China yang akan meliput acara tersebut. Jurnalis itu terdeteksi lewat thermal scanner di Bandara Ngurah Rai, karena menderita panas, sakit tenggorokan, batuk dan pilek. Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan spesimennya negatif dan sekarang sudah sehat kembali.

Menkes menambahkan, hingga saat ini, WHO tidak pernah mengumumkan berapa kematian yang disebabkan oleh virus H1N1 baru ini. Setelah kita hitung, angka kematian akibat virus H1N1 baru adalah 2,2 persen, lebih kecil dari pada angka kematian yang disebabkan H5N1/ Flu Burung yang mencapai 80 - 90 persen. Pandemi terjadi bila angka kesakitan dan angka kematian kasusnya tinggi. Sampai detik ini H1N1 belum ada di negara kita dan diharapkan H1N1 tidak akan hadir di negeri.

Mengenai penamaan virus yang berubah-ubah dari Flu Babi menjadi Flu Meksiko dan kemudian Influenza A H1N1, Menkes menyatakan bahwa pemberian nama bukan hal yang sederhana. Namun dengan diresmikannya GIS AID, suatu sistem baru yang baku di WHO, nama-nama virus akan menjadi jelas dan tidak membingungkan seperti saat ini.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Dirilis dari: info@puskom.depkes.go.id

TIPS | Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh

LEBIH baik mencegah daripada mengobati. Itu adalah kata-kata mutiara yang pasti disetujui orang-orang normal yang senang dan menikmati kesehatan tubuhnya. Sehat adalah anugerah dari Tuhan yang Mahakuasa yang tidak ternilai harganya.

Berikut beberapa tip untuk mempertahankan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh/ketahanan tubuh kita:

1. Istirahat Cukup
Tidur yang nyenyak secara wajar secukupnya agar tubuh kembali segar dan siap untuk beraktivitas keesokan harinya. Tidur terlalu banyak/lama pun juga tidak baik bagi kesehatan. Tubuh yang lelah harus diistirahatkan agar lelah dan capek yang menurunkan ketahanan tubuh bisa dihilangkan.

2. Hindari Kebiasaan Buruk
Merokok, minum minuman keras, memakai narkoba, bergadang, makan makanan tidak bergizi, bekerja terlalu diporsir, main game seharian, stres, dan lain sebagainya mungkin bisa berdampak buruk pada sistem kekebalan tubuh kita.

3. Makan Makanan yang Bergizi dan Cukup
Sistem kekebalan akan membutuhkan asupan energi dari makanan yang kita makan dan minuman yang kita minum. Dengan makan dan minum yang cukup jumlah dan gizinya, mampu meningkatkan kekebalan tubuh kita. Rajin makan atau minum sesuatu yang mengandung antioksidan untuk melawan radikal bebas juga baik untuk kesehatan tubuh kita.

4. Rajin Membersihkan Diri
Kotoran yang melekat dan menempel pada tubuh kita biasanya mengandung kuman yang dapat menyebabkan penyakit ringan maupun berat. Dengan secara rutin merawat kebersihan diri sendiri dapat menghindarkan kita dari banyak serangan penyakit. Mandi sabunan, gosok gigi, bersampo, cuci tangan dengan sabun, dan lain sebagainya adalah beberapa contoh kegiatan bersih-bersih tubuh.

5. Hindari Penggunaan Obat-obatan yang Salah
Obat seperti antibiotik sangat berbahaya jika dikonsumsi/digunakan dengan cara yang salah. Antibiotik sebaiknya dipakai dengan didasari atas resep dokter dan bukan atas inisiatif sendiri. Dosis yang salah serta penghentian konsumsi obat antibiotik sebelum penyakit mati dapat menyebabkan resistensi atau kekebalan penyakit pada obat, sehingga dibutuhkan dosis yang lebih tinggi lagi untuk menyembuhkan penyakit yang sedang diderita.

Menkes Canangkan Eliminasi Malaria

Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) mencanangkan eliminasi malaria pada puncak peringatan Hari Malaria Sedunia ke-2 yang diseleranggarakan di kantor Departemen Kesehatan, Rabu tanggal 6 Mei 2009. Pada kesempatan itu juga diserahkan secara simbolis Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Eliminasi Malaria kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta; Prijanto, Kepala Dinas Kesehatan Papua; dr. Bagus Sukaswara, dan Kepala Dinas Kesehatan N.A.D; dr. T.M. Tayeb mewakili gubernur seluruh Indonesia

Kebijakan eliminasi malaria ini adalah kebijakan yang bertujuan untuk melakukan upaya pembasmian malaria secara bertahap di Indonesia, yaitu eliminasi di DKI, Bali, Barelang Binkar pada tahun 2010. Eliminasi Jawa, NAD, Kepri pada tahun 2015. Eliminasi Sumatera, NTB, Kalimantan, Sulawesi pada tahun 2020. Serta eliminasi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT pada tahun 2030.

Menkes dalam sambutan yang dibacakan Prof. Tjandra Yoga menyatakan bahwa upaya penanggulangan malaria di Indonesia sejak 50 tahun yang lalu. Tepatnya tanggal 12 November 1959 dicanangkan Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) yang ditandai dengan penyemprotan rumah untuk memberantas nyamuk penular malaria oleh Presiden pertama RI, Soekarno di Yogyakarta. Gerakan ini berhasil menurunkan jumlah kasus malaria secara bermakna. Selanjutnya kegiatan ini dilakukan secara terus menerus walaupun sempat terjadi re-emerging (peningkatan kembali jumlah kasus) karena resesi ekonomi yang menyebabkan terbatasnya dana dan sarana untuk melakukan pemberantasan malaria.

Pemerintah memahami penderitaan masyarakat akibat penyakit malaria. Oleh karena itu pemerintah terus melakukan upaya intensif untuk mengeliminasinya. Bahkan pada peringatan Hari Malaria Sedunia ke-1 tanggal 25 April 2008, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menekankan kembali pentingnya upaya untuk terus meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap malaria. Upaya itu dilakukan melalui peningkatan pendidikan, edukasi, sosialiasi dan advokasi kepada masyakarat luas, peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam perawatan dan pengobatan malaria, serta pemeliharaan lingkungan agar tidak menjadi sarang nyamuk malaria.

Menkes mengatakan bahwa peringatan Hari Malaria Sedunia ke-2 dengan tema; Menuju Indonesia Bebas Malaria dan sub-tema Bebas Malaria : Prestasi Seluruh Anak Bangsa ; Bebas Malaria, Rakyat Sehat, Kualitas Bangsa Meningkat, dan Bebas Malaria, Jangan Hanya Bicara, Berantas Segera bertujuan untuk meningkatkan komitmen dan kinerja semua unsur terkait menuju Indonesia Bebas Malaria.

“Mengeliminasi malaria harus dilakukan dengan kerjasama dan semangat kemitraan serta menjadi bagian integral dari pembangunan nasional karena terkait dengan berbagai aspek seperti aspek parasit, aspek lingkungan dan perilaku masyarakat, serta aspek vektor/nyamuk”, ujar Menkes.

Pada kesempatan tersebut, Menkes mengharapkan agar kegiatan yang dilakukan tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dapat terkoordinasi dengan baik dan mendapat dukungan dari semua pihak yang terkait sehingga mempunyai gaung yang luas dan daya ungkit yang tinggi dalam menuju Indonesia Bebas Malaria.

Dirjen P2PL Depkes/ Ketua Panitia Peringatan Hari Malaria Sedunia ke-2 RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyatakan bahwa pada event ini juga diadakan workshop dengan tema “Indonesia Menuju Eliminasi Malaria” dengan nara sumber: Wakil Gubernur DKI Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan Papua, Kepala Dinas Kesehatan NAD, Prof. Ascobat Gani dari Universitas Indonesia, serta Kepala Pusat Kesehatan Mabes TNI.

Melalui workshop ini diharapkan seluruh peserta dapat memahami arti penting pemberantasan malaria sampai dengan titik eliminasi baik dari segi aspek teknis maupun non teknis. Demikian pula dengan kebijakan pemerintah daerah mengenai kesiapan eliminasi malaria sehingga secara komprehensif diperoleh gambaran tentang urgensinya pemberantasan malaria sampai titik nol.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Peran Pemerintah Daerah dalam Upaya Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

M. Indrawan Husairi

Pendahuluan

Selain banyak harapan digantungkan dengan kehadiran Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), ada pula yang skeptis. Terkandung harapan, karena di Indonesia terdapat amat banyak daerah "tertinggal", data dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 32.379 (45,86%) Desa Tertinggal yang terdiri dari 29.634 (41,97%) kategori tertinggal dan 2.745 (3,89%) kategori sangat tertinggal. Sementara keraguan justru muncul pada efektivitas Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) karena masih belum begitu jelas fungsi dan perannya.
Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah. (Lukman Edy, 2008)
Dalam hal teknis, pembangunan di daerah-daerah "tertinggal" merupakan tanggung jawab dari kementerian (departemen) teknis. Sedangkan dalam era otonomi, implementasi pembangunannya akan merupakan kewenangan dari pemerintah kota dan kabupaten sehingga menurut Lukman Edy, 2008 menjadi suatu keharusan bahwa fokus sekaligus lokus pembangunan daerah tertinggal tentunya membutuhkan sinergi antara semua stake holder, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat sendiri.
Kehadiran Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) perlu ditindaklanjuti dengan pengisian fungsinya secara efektif, dalam kaitan dengan pembagian tugas pemerintahan yang diselaraskan dengan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Pertanyaannya adalah, “Apa yang harus diperankan oleh Kementerian Negara Pembanguan Daerah Tertinggal (KPDT) dan Pemerintah Daerah dalam upaya mempercepat pembangunan daerah tertinggal?”.

Kelembagaan
Pengertian daerah tertinggal sebenarnya multi-interpretatif dan amat luas. Meski demikian, ciri umumnya antara lain, tingkat kemiskinan tinggi, kegiatan ekonomi amat terbatas dan terfokus pada sumber daya alam, minimnya sarana dan prasarana, dan kualitas SDM rendah. Daerah tertinggal secara fisik kadang lokasinya amat terisolasi. Pada masa Orde Baru pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui berbagai cara yang sifatnya top-down, misalnya melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT) serta proyek-proyek departemen teknis melalui mekanisme Daftar Isian Proyek (DIP).
Satu hal yang perlu disadari, pembangunan daerah tertinggal amat membutuhkan pendekatan perwilayahan (regional development approach) yang bersifat lintas pelaku maupun sektor. Regional development (pengembangan wilayah), termasuk pembangunan daerah tertinggal, tidak mungkin dilaksanakan oleh satu departemen teknis sektoral atau pemerintah daerah saja.
Suatu ruang yang amat terbuka bagi kontribusi, peran, dan efektivitas kerja kelembagaan yang terkait guna percepatan pembangunan daerah tertinggal. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk “menyinergikan” dan "mengkoordinasikan" para pelaku yang antara lain meliputi departemen teknis termasuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dunia usaha, pemerintah daerah, masyarakat terkait, hingga lembaga donor serta perguruan tinggi setempat.
Demikian pula Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tidak akan mampu melaksanakan hal itu secara sendiri. Karena, unsur-unsur pelaksananya ada di tempat lain. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah daerah dapat memerankan dirinya secara tepat pada kondisi lintas sektoral dan lintas pelaku.

Peran Pemerintah Daerah
Sejak diberlakukan penerapan UU No 22 tahun 1999 telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efisiensi struktural ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam organisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentraliasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi. Partisipasi dan kemandirian di sini adalah berkaitan dengan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan atas prakarsa sendiri yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Bambang Supriyono, 2005).
Otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya.
Dalam upaya mengoptimalkan perannya, pemerintah daerah juga perlu mendorong partisipasi pihak lain yang berkompeten dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal, seperti pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam proses percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Agenda Jangka Pendek
Pemfungsian peranan pemerintah daerah, seperti dikemukakan di atas, jelas bersifat jangka panjang dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Pertanyaannya kini, apa yang dapat dilakukan dalam waktu jangka pendek, misalnya dalam satu sampai dua tahun ke depan?.
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap awal, sebagai usaha menuju efektivitas fungsi dan peran pemerintah darah dalam segi kelembagaan pembangunan daerah tertinggal.
Pertama, pemetaan dan tipologi "daerah masing-masing" berdasar kriteria yang relevan dengan Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Pemetaan tipologi ini akan merupakan basis data kerja baik bagi pemerintah daerah sendiri maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait. Hal ini tidak perlu dimulai dari nihil, namun dapat memanfaatkan data dan informasi yang telah ada, seperti yang telah dikumpulkan Biro Pusat Statistik dalam beberapa tahun, tentu setelah dilakukan evaluasi sesuai dengan kondisi terakhir daerah.
Kedua, perlu dirumuskan konsep (model) umum pengembangan daerah secara bervariasi sesuai karakteristik geografis, budaya, dan sosial-ekonomi daerah. Konsep itu pada dasarnya harus merupakan pembangunan lokal (local development) yang amat menghargai dan memberi tempat bagi inisiatif-inisiatif lokal, dan harus dapat menjelaskan apa peran dan fungsi pelaku (stakeholders). Pada giliran penerapan, konsep ini akan mengalami modifikasi lebih spesifik sesuai kondisi masing-masing daerah. Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa cara pembangunan model proyek pemerintah pusat yang bersifat top-down, seperti dilakukan pada masa Orde Baru, tidak akan membawa hasil efektif.
Ketiga, mulai segera melakukan koordinasi dan lobi dengan pelaku potensial percepatan pembangunan daerah tertinggal, termasuk departemen sektoral, dunia usaha, dan lembaga donor dengan mensosialisasikan konsep (gagasan) pembangunan daerah, terutama dari segi kelembagaan seperti dijelaskan butir dua. Forum-forum komunikasi mungkin dapat merupakan cara yang efektif untuk tujuan ini.
Keempat, mengupayakan program percontohan penerapan konsep (gagasan) yang dikemukakan pada butir dua terhadap daerah yang dipandang strategis dan tepat sebagai suatu contoh. Meski hal ini tidak selalu merupakan jaminan suksesnya suatu replika, kasus yang berhasil (best practice) dapat merupakan contoh untuk diterapkan dan dipelajari bagi daerah lainnya. Lebih dari itu contoh seperti ini dapat merupakan wujud "keberhasilan" nyata gagasan (konsep) yang ditawarkan, dan dapat menumbuhkan "kepercayaan" (trust) bagi pihak terkait dan berkepentingan (stakeholders) di daerah tertinggal.