Jangan Suka Menahan BAB

SUSAH buang air besar (BAB) atau dikenal dengan istilah konstipasi, merupakan salah satu masalah kesehatan yang bisa dialami siapa saja. Namun sebaiknya tidak menganggap remeh gangguan itu. Apalagi jika masalah tersebut kerap terjadi.

Menurut dr Ida Yuliati MHKes, konstipasi dapat diartikan sebagai gangguan pada pergerakan saluran cerna bawah sehingga menimbulkan kesulitan dalam buang air besar atau frekuensi buang air besar berkurang.

Frekuensi buang air besar pada tiap individu bervariasi, sehingga kontipasi hanya dapat dinilai oleh si penderita berdasarkan frekuensi buang air besar biasanya. “Sering kali konstipasi dapat sembuh sendiri atau hanya karena perubahan jenis makanan yang dimakan, tetapi konstipasi juga dapat merupakan bagian dari penyakit atau kelainan yang timbul pada saluran cerna bawah,” ujarnya kemarin.

Saluran cerna bawah terdiri atas usus halus bagian bawah (jejunum dan ileum), usus besar, dan dubur. Bila ada gangguan pada salah satu bagian di atas, gejala sembelit dapat muncul.

Pengaturan pergerakan saluran cerna bawah sebagian besar diatur oleh sistem saraf di luar kontrol sadar manusia, kecuali bagian dubur yang dapat diatur secara sadar.

Bila sisa makanan yang telah dicerna masuk ke dalam jejunum dan ileum, akan merangsang sistem saraf usus untuk menggerakkan usus secara simultan dan teratur mendorong sisa makanan ke usus besar.

Setelah sisa makanan sampai ke usus besar, akan terjadi penyerapan air dan elekrolit dari sisa makanan. Kemudian produk sisa tersebut akan disimpan sementara di usus besar. Ketika sudah penuh, produk sisa dibawa ke rectum. “Produk sisa pada rectum inilah yang akan merangsang sensasi ingin buang air besar. Tetapi karena dubur diatur secara sadar, orang dapat menahan keinginan buang air besar untuk sementara hingga sampai ke toilet,” kata Ida.

Karena frekuensi buang air besar tiap individu berbeda, penentuan mengalami gejala konstipasi bila frekuensi buang air besar lebih lama dari biasa. Biasanya disertai gejala kembung dan sakit perut pada bagian bawah. “Bila telah berlangsung lama dan tidak diobati dengan benar, dapat timbul gejala sakit kepala, nafsu makan menurun, rasa tidak nyaman pada perut, dan dapat memengaruhi gaya hidup dan keseharian,” ujar Ida.

Konstipasi sendiri sebenarnya merupakan salah satu gejala yang timbul bila ada gangguan pada saluran cerna bawah. Gangguan itu dapat muncul secara primer, berarti ada penyakit atau kelainan pada saluran cerna bawah. Secara sekunder karena kebiasaan yang salah dan stres atau ada penyakit sistemik yang diderita. “Bisa dalam bentuk gangguan organik di saluran cerna sendiri maupun karena ada penyakit lain seperti diabetes,” jelas Ida.

Tapi umumnya konstipasi terjadi karena kebiasaan hidup yang salah, seperti kebiasaan menahan keinginan buang air besar, makan kurang serat, asupan cairan yang kurang (normal minimal 1,5 liter per hari), cemas yang kronik sehingga memengaruhi kerja otot, stres, kurang latihan fisik/olahraga, pengaruh obat-obatan tertentu, hingga efek samping dari terapi radiasi atau operasi pada daerah rectum-anus yang mengenai saraf.

Mengenai cara penanganan, Ida mengatakan, bila penyebab sembelit adalah kebiasaan yang salah, terapi yang tepat adalah mengurangi hingga menghilangkan kebiasaan yang salah tersebut disertai penggunaan obat pencahar untuk mengeluarkan tinja yang ada.

Bila penyebab sembelit adalah stres emosional, sebaiknya Anda menemui psikiater untuk konsultasi lebih lanjut. “Tapi jika karena ada penyakit lain, harus diobati lebih dulu,” pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar